Saya tertarik pada journal yang ditulis oleh Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, S.T., M.Sc. dengan judul ISLAMIC LAW ON BALANCE TOP-UPS IN DIGITAL WALLETS. (2024) yang dipublish di Journal of Research Administration, 6(1). https://journalra.org/index.php/jra/article/view/1637.
Journal ini menarik karena sedang trending di masyarakat yang menimbulkan pro dan kontra terkait dompet digital seperti GoPay, Shopee Pay, LinkAja, OVO, DANA dan lainnya. Saya coba tulis ulang secara utuh journal tersebut yang telah dipublish dalam Bahasa Indonesia di website Rumaysho.
Pendahuluan/Tujuan Utama: Penelitian ini bertujuan untuk menggali hukum Islam seputar isi ulang saldo pada dompet digital yang umum digunakan saat ini dengan membandingkannya dengan peraturan hukum formal Bank Sentral Indonesia yang menjelaskan secara detail tentang keberadaan dana simpanan dan perusahaan dompet digital.
Latar Belakang Permasalahan: Meskipun penggunaan dompet digital tersebar luas, penelitian mengenai hukum Islam terkait dompet digital masih perlu lebih luas. Umat Islam perlu mengetahui hukum Islam tentang hal ini agar dapat menggunakan dan menyimpan dana di dompet digital tanpa ragu-ragu.
Kebaruan: Penelitian ini mengulas empat akad dalam hukum Islam yang belum pernah dibahas sebelumnya, yaitu wadīʻa (penitipan uang), qarḍ (pinjaman), ʼijāra (pembayaran jasa), atau ṣarf (penukaran uang).
Metode Penelitian: Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kajian pustaka dengan menelusuri berbagai kitab fikih klasik dan terkini.
Temuan/Hasil: Penelitian ini menunjukkan bahwa pengisian dana di dompet digital lebih dekat dengan akad sharf dibandingkan tiga akad lainnya, sesuai peraturan Bank Sentral Indonesia.
Kesimpulan: Ketika pengguna menambahkan uang ke dompet digital mereka, uang tersebut diubah menjadi data elektronik, yang dikenal sebagai e-money. Penelitian yang diharapkan kedepannya adalah pembahasan hukum fiqh terkait transaksi yang dilakukan melalui dompet digital, serta dapat mengkaji hukum fiqh berdasarkan fatwa para ulama di Dewan Syariah Nasional yang fatwanya lebih mutakhir.
Berikut isi lengkap journal tersebut:
1. Pendahuluan
Dompet digital, juga dikenal sebagai dompet elektronik atau pembayaran digital, adalah aplikasi atau platform elektronik yang berfungsi sebagai pengganti dompet tradisional secara modern. Dompet ini memungkinkan pengguna untuk menyimpan, mengelola, dan melakukan berbagai transaksi keuangan dengan mudah menggunakan ponsel cerdas mereka.
Sejak merebaknya pandemi Covid-19 akibat adanya tuntutan untuk menjaga jarak sosial dan mencegah penyebaran virus, penggunaan dompet digital mulai meningkat (Aji et al., 2020; Daragmeh et al., 2021; Ojo et al., 2020; Daragmeh et al., 2021; Ojo et al., 2022). Dompet digital adalah aplikasi elektronik yang digunakan untuk bertransaksi tanpa melibatkan uang fisik dan tanpa menggunakan kartu, hanya dengan perangkat untuk melakukan pembayaran dan mengisi saldo (Daragmeh et al., 2021; Sasongko et al., 2022; Yang et al., 2021). Di Thailand, dompet digital yang terkenal adalah Worldcoin. Perempuan dan generasi muda yang lebih sering menggunakan dompet digital (Kraiwanit et al., 2023). Zaid Kilani dkk. (2023) membahas penggunaan dompet digital di Yordania. Bank Sentral Yordania mengakui beberapa dompet elektronik, termasuk Aya Wallet, MEPS, EMP, dan eFAWATEERcom. Menurut Bhatia-Kalluri dan Caraway (2023), Paytm, layanan dompet elektronik populer di India, menawarkan berbagai metode pembayaran, termasuk solusi pembayaran unik berbasis kode QR.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran, dompet digital merupakan layanan sistem pembayaran yang diawasi langsung dan tidak langsung oleh Bank Indonesia di mana di antara larangan bagi penyelenggaranya adalah memiliki dan/atau mengelola nilai uang yang digunakan di luar lingkup penyedia jasa sistem pembayaran (Indonesia, 2016).
Dompet digital ini dapat menampung dana dan melakukan pembayaran dengan praktis, nyaman, dengan waktu transaksi efisien, serta pembayaran lebih cepat dan mudah. Jenis dompet digital yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah e-money Ovo, Gopay, Linkaja, dan Mandiri. Pemanfaatan dompet digital pun beragam, ada yang digunakan untuk belanja online, membayar jasa transportasi, membayar jasa pesan-antar makanan, dan berbagai kebutuhan sehari-hari (Widayat et al., 2020). Ovo dan Shopeepay merupakan dompet digital yang sering digunakan untuk keperluan belanja online (Budiarani et al., 2021). Penggunaan dompet digital merupakan hal yang lumrah dalam transaksi online. Platform ini menawarkan diskon dan hadiah untuk mendorong loyalitas pengguna (Yudha Kurniawan dkk., 2022; Bagla dan Sancheti, 2018).
Kajian kritis terkait dompet digital berkisar membahas empat hal, yaitu: (1) faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan dompet digital seperti yang diteliti oleh Aji dkk. (2020); Ariffin dkk. (2021); Daragmeh dkk. (2021); Yang dkk. (2021), (2) faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas pengguna dan dompet digital, termasuk nilai yang dirasakan, keamanan yang dirasakan, kepercayaan, promosi penjualan seperti yang telah diteliti oleh Kurnia et al. (2023); Yeoh (2022), (3) dampak pengaruh penggunaan dompet digital terhadap perilaku konsumtif sebagaimana diteliti oleh Almukhlisah dkk. (2023), (4) mengukur kepuasan pelanggan terhadap kualitas layanan dompet digital meliputi Model Kano, seperti dijelaskan oleh Budiarani et al. (2021).
Berdasarkan hal tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengatasi kesenjangan pemahaman pandangan hukum Islam mengenai akad pada dompet digital di Indonesia. Umat Islam memperhatikan masalah hukum Islam untuk menghindari melakukan aktivitas terlarang. Namun ketidakjelasan permasalahan hukum ini berdampak pada penggunaan diskon dan cashback yang ditawarkan konsumen saat berbelanja melalui dompet digital. Untuk mengatasi kesenjangan ini, penelitian ini menganalisis berbagai akad, yaitu wadi’ah (penitipan uang), qarḍ (pinjaman), ijarah (pembayaran layanan), atau ṣarf (penukaran uang), terkait dengan uang yang disimpan dalam dompet digital. Penelitian tersebut mempunyai implikasi signifikan terhadap kemajuan ekonomi dan budaya konsumeris masyarakat. Ini akan menyimpulkan perspektif hukum Islam tentang penggunaan atau penolakan dompet digital, tanpa keraguan.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan tinjauan pustaka yang bertujuan untuk memahami hukum Islam mengenai dompet digital. Empat jenis akad–wadi’ah (penitipan uang), qardh (pinjaman), ijarah (pembayaran jasa), dan sharf (penukaran uang)–akan dikaji secara rinci menggunakan buku-buku fikih klasik dan kontemporer. Referensi tersebut akan membantu menjelaskan ketentuan masing-masing akad, yang kemudian akan dibandingkan dengan peraturan formal dari Bank Sentral Indonesia mengenai dompet digital. Penjelasan hukum fikih dan aturan formal dapat menentukan akad yang sesuai dari keempat akad tersebut di atas. Selain itu, penelitian ini akan membantu untuk memahami hukum Islam mengenai penggunaan diskon dan cashback yang diperoleh saat melakukan pembayaran dengan uang elektronik di dompet digital.
3. Hasil dan Diskusi
Dompet digital, juga dikenal sebagai dompet elektronik, adalah metode pembayaran digital yang memungkinkan pengguna menyimpan dan bertransaksi uang secara elektronik menggunakan aplikasi ponsel pintar. Keuntungan utama menggunakan e-wallet adalah memungkinkan masyarakat melakukan pembelian dengan mudah dan cepat tanpa membawa uang tunai atau kartu kredit. Artinya, pengguna tidak perlu khawatir kehilangan uang atau kartu kreditnya, dan beberapa aplikasi dompet elektronik juga menawarkan fitur keamanan tambahan seperti verifikasi sidik jari atau PIN untuk melindungi akun pengguna. Selain itu, banyak aplikasi dompet digital menawarkan promosi dan diskon kepada penggunanya, yang dapat membantu mereka menghemat uang atau menerima manfaat seperti cashback atau reward points. Beralih ke sistem non-tunai juga memungkinkan pengguna untuk melacak dan mengelola pengeluaran mereka dengan lebih baik, karena aplikasi e-wallet seringkali menyediakan fitur untuk melihat riwayat transaksi dan mengkategorikan pengeluaran. Hal ini dapat membantu pengguna mengelola keuangan mereka dengan lebih baik dan membuat perencanaan dengan lebih efektif (Daragmeh et al., 2021; Widayat et al., 2020). Selama pandemi COVID-19, dompet elektronik telah menjadi alternatif pembayaran yang lebih aman tanpa berinteraksi secara fisik dengan uang tunai atau orang lain. Hal ini membantu mencegah penyebaran virus melalui kontak fisik dengan uang kertas atau koin (Yunoh et al., 2023). Penting untuk dicatat bahwa manfaat dari penggunaan non-tunai dapat bervariasi tergantung pada negara, platform dompet elektronik yang digunakan, dan preferensi individu (Chelvarayan et al., 2022).
Menurut Ariffin dkk. (2021), salah satu keuntungan menggunakan e-wallet adalah insentif yang ditawarkan, seperti diskon dan cashback. Diskon dapat memberikan keuntungan finansial kepada pengguna dengan menawarkan harga yang lebih rendah atau pengurangan biaya, sementara cashback memberikan insentif kepada pengguna untuk terus menggunakan dompet elektronik dan memberikan keuntungan finansial tambahan.
Menurut Yang dkk. (2021), di Indonesia, tiga e-wallet terbukti stabil dan populer: Go-Pay, OVO, dan DANA. OVO telah menjalin kemitraan dengan Grab, layanan ride-hailing terbesar di Asia Tenggara, dan Tokopedia, pemain terkemuka di pasar e-commerce Indonesia. Kemitraan ini telah membantu OVO untuk terus berkembang. Sementara DANA yang diperkenalkan pada tahun 2018 berhasil meningkatkan popularitasnya dan menggantikan Linkaja di peringkat ketiga pada kuartal kedua tahun 2019. Go-Pay, OVO, dan DANA berhasil mengintegrasikan layanan pembayaran dari bank-bank milik negara sehingga berkontribusi terhadap stabilitasnya. di pasar e-wallet Indonesia.
Berikut empat akad yang dapat dijadikan akad isi ulang dompet digital: qardh, wadi’ah, ijarah madhfu’ah muqaddaman, dan sharf.
Qardh
Qard secara etimologi berarti memotong, memakan, menggigit. Al-qardh sendiri berarti pinjaman (Munawwir, 1997, p. 1108). Qardh disebut seperti itu karena muqridh (da’in, kreditur) yang memberikan pinjaman harta memotong potongan harta untuk diserahkan kepada muqtaridh (madin, debitur) (Al-Anshari, 2000, p. 2/140; Al-Khin et al., 2009, p. 3/89)
Qardh secara istilah syari ada beberapa pengertian dari para ulama.
Dalam Takmilah Al-Majmu’, Muhammad Najib Al-Muthi’i berkata tentang akad qardh adalah,
وهو أن يقول ملكتك هذا على أن ترد على بدله فإن قال ملكتك ولم يذكر البدل كان هبة،
“Seseorang mengatakan, saya menyerahkan kepadamu dan nantinya akan ada pengganti. Jika yang disebutkan, saya menyerahkan kepadamu dan tidak menyebutkan adanya pengganti, maka hukumnya menjadi hibah.” (Al-Muthi’i, 2006, pp. 12/206-207)
Dalam Asna Al-Mathalib fi Syarh Raudh Ath-Thalib dan Fath Al-Wahhab bi Syarh Minhaj Ath-Thullab, Zakaria bin Muhammad Al-Anshari rahimahullah (1420 – 1520 Masehi) berkata,
الْإِقْرَاضِ وهو تَمْلِيكُ الشَّيْءِ على أَنْ يُرَدَّ بَدَلُهُ
“Iqradh (qardh) adalah memiliki sesuatu dan nantinya akan diberikan penggantinya.” (Al-Anshari, 2000, p. 2/140; 2016, p. 307). Pengertian yang serupa juga disebutkan oleh Al-Imam Zainuddin Ahmad bin Muhammad Al-Malibari (1531 – 1618 Masehi) rahimahullah dalam Fath Al-Mu’in (Al-Malibari, 2022, p. 384).
Dalam I’anatu Ath-Tholibin, Sayyid Abu Bakar Muhammad Syatho Ad-Dimyathi rahimahullah (1849 – 1893 Masehi) berkata,
والمراد أنه في حكم القرض في وجوب رد المثل
“Yang dimaksud dengan hukum qardh, wajib dikembalikan dengan nilai yang semisal.” (Ad-Dimyathi, 1997, p. 3/61)
Dalam Al-Asybah wa An-Nazhair, Imam Jalaluddin ‘Abdurrahman As-Suyuthi rahimahullah (1445 – 1505 Masehi) berkata,
من صيغ القرض: ملكتكه على أن ترد بدله
“Di antara ucapan akad qardh adalah aku memilikinya dan penggantinya yang dikembalikan.” (As-Suyuthi, p. 1/101)
Dalam As-Siraj Al-Wahaj, Muhammad Az-Zuhri Al-Ghamrawi rahimahullah berkata,\
الاقراض بمعنى الاعطاء والتمليك للشيء على أن يرد بدل
“Al-iqradh bermakna memberi dan memiliki sesuatu dan penggantinya yang dikembalikan.” (Al-Ghamrawi, p. 1/210)
Dalam Al-Fiqh Al-Manhaji disebutkan mengenai pengertian al-qardh adalah,
تمليك شيء مالي للغير على أن يردّ بدله من غير زيادة
“Suatu harta yang diserahkan kepada yang lain dengan menuntut adanya pengganti, tetapi tidak boleh ada tambahan.” (Al-Khin et al., 2009, p. 3/89)
Dalam Ensiklopedia Fikih, Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah disebutkan,
دَفْعُ مَالٍ إِرْفَاقًا لِمَنْ يَنْتَفِعُ بِهِ وَيُرَدُّ بَدَلُهُ
“Menyerahkan harta pada orang yang mengambil manfaatnya dalam rangka berbuat baik (menolong) dan penggantinya yang dikembalikan.” (Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 2012, p. 33/111)
Nama lain dari qardh adalah salaf, sebagaimana disebut oleh penduduk Hijaz (Al-Khin et al., 2009, p. 3/89)
Hukum qardh adalah boleh (jaiz). Seseorang boleh meminta qardh (pinjaman) ketika ia membutuhkannya. Bahkan yang dimintai qardh (pinjaman) disunnahkan (dianjurkan) untuk membantunya.
Dalil qardh dari Al-Qur’an Al-Karim adalah firman Allah Ta’ala,
مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقْرِضُ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضْعَافًا كَثِيرَةً
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan memperlipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.” (QS. Al-Baqarah: 245)
مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقْرِضُ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥ وَلَهُۥٓ أَجْرٌ كَرِيمٌ
“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.” (QS. Al-Hadid: 11)
إِنَّ ٱلْمُصَّدِّقِينَ وَٱلْمُصَّدِّقَٰتِ وَأَقْرَضُوا۟ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا يُضَٰعَفُ لَهُمْ وَلَهُمْ أَجْرٌ كَرِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang membenarkan (Allah dan Rasul-Nya) baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipatgandakan (pembayarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (QS. Al-Hadid: 18)
إِن تُقْرِضُوا۟ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا يُضَٰعِفْهُ لَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ۚ وَٱللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ
“Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan balasannya kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun.” (QS. At-Taghabun: 17)
وَأَقْرِضُوا۟ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا
“Dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik.” (QS. Al-Muzammil: 20)
Dalil qardh dari hadits adalah dari hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُقْرِضُ مُسْلِمًا قَرْضًا مَرَّتَيْنِ إِلاَّ كَانَ كَصَدَقَتِهَا مَرَّةً
“Muslim mana saja yang meminjamkan muslim lainnya utang sebanyak dua kali, maka itu sama dengan sedekah sekali.” (HR. Ibnu Majah, no. 2430. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini dhaif).
Hadits di atas dikuatkan dengan hadits,
عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ بُرَيْدَةَ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: ” مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ مِثْلِهِ صَدَقَةٌ “، قَالَ: ثُمَّ سَمِعْتُهُ يَقُولُ: ” مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ مِثْلَيْهِ صَدَقَةٌ “، قُلْتُ: سَمِعْتُكَ يَا رَسُولَ اللهِ تَقُولُ: ” مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ مِثْلِهِ صَدَقَةٌ “، ثُمَّ سَمِعْتُكَ تَقُولُ: ” مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ مِثْلَيْهِ صَدَقَةٌ “، قَالَ لَهُ: ” بِكُلِّ يَوْمٍ صَدَقَةٌ قَبْلَ أَنْ يَحِلَّ الدَّيْنُ، فَإِذَا حَلَّ الدَّيْنُ فَأَنْظَرَهُ فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ مِثْلَيْهِ صَدَقَةٌ»)
Dari Sulaiman bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, ‘Barang siapa memberi penangguhan pada orang yang kesusahan, maka dia mendapatkan (pahala) sedekah senilai piutangnya setiap harinya.’ Buraidah berkata, ‘Kemudian aku mendengar beliau bersabda, ‘Barang siapa memberi penangguhan kepada orang yang kesusahan membayar utang, maka ia mendapatkan (pahala) sedekah dua kali senilai piutangnya setiap harinya.’ Aku berkata: aku mendengar beliau bersabda, ‘Barang siapa yang memberi penangguhan kepada orang yang kesusahan membayar utang, maka dia mendapatkan (pahala) sedekah senilai piutangnya setiap harinya.’ Kemudian aku mendengar beliau bersabda, ‘Barang siapa yang memberi penangguhan pada orang yang kesusahan membayar utang, maka dia mendapatkan (pahala) sedekah senilai dua kali piutangnya setiap harinya.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ia mendapat pahala sedekah setiap harinya sebelum utang jatuh tempo. Jika telah jatuh tempo, lantas masih memberikan tenggang waktu, maka ia mendapatkan (pahala) sedekah senilai dua kali piutangnya setiap harinya.’” (HR. Ahmad, 5:360. Sanad hadits ini sahih sesuai syarat Muslim, perawi-perawinya tsiqqah (terpercaya), termasuk perawi Syaikhain selain Sulaiman bin Buraidah, ia adalah perawi Muslim).
Imam Abu Ishaq Asy-Syirazi rahimahullah (1002 – 1083 Masehi) menyatakan,
وَيَجِبُ عَلَى المسْتَقْرِض رَدُّ المثْلِ فِيْمَا لَهُ مِثْل، لِاَنَّ مُقْتَضَى القَرْض رَدُّ المِثْل
“Wajib bagi yang meminjam mengembalikan utang seperti awal jika memiliki yang sepadan karena berutang itu wajib mengembalikan yang semisal.” (Asy-Syirazi, 1996, p. 3/189). Muhammad Najib Al-Muthi’i rahimahullah dalam penyempunaan kitab Al-Majmu’ menjelaskan bahwa jika ada yang meminjam sesuatu seperti biji-bijian, minyak, dirham, atau dinar, ia wajib mengembalikan dengan yang semisal karena itu lebih mendekati. Hal ini berbeda jika meminjam sesuatu yang tidak ada yang sepadan dengannya seperti baju, hewan, maka ada beda pendapat dalam hal ini. Ada pendapat yang memerintahkan mengembalikan dengan yang senilai (Al-Muthi’i, 2006, p. 12/215).
Ibnu Taimiyah rahimahullah (1262 – 1327 Masehi) dalam Majmu’ah Al-Fatawa menyatakan,
القَرْضُ مُوْجِبُهُ رَدُّ المِثْلِ
“Berutang itu diwajibkan mengembalikan yang semisal.” (Al-Harrani, 2011, pp. 29/52, 30/84)
Ibnu Taimiyah rahimahullah juga menyebutkan,
الْقَرْضِ فَإِنَّهُ لَا يَجِبُ فِيهِ إلَّا رَدُّ الْمِثْلِ بِلَا زِيَادَةٍ
“Utang piutang haruslah dikembalikan semisal tanpa ada tambahan.” (Al-Harrani, 2011, p. 29/535)
Yang dicontohkan oleh Ibnu Taimiyah rahimahullah,
أَنَّهُ فِي الْقَرْضِ يَجِبُ فِيهِ رَدُّ الْمِثْلِ وَإِذَا اقْتَرَضَ حَيَوَانًا رَدَّ مِثْلَهُ
“Utang piutang mesti dikembalikan dengan yang semisal. Jika yang dipinjam adalah hewan, maka dikembalikan yang semisal pula.” (Al-Harrani, 2011, p. 20/563)
Sebagaimana diterangkan dalam kitab Al-Mu’tamad fi Al-Fiqh Asy-Syafii, hukum yang berkenaan dengan qardh adalah:
(1) qardh menjadi sempurna jika sudah terjadi pemindahan kepemilikan harta, lantas pihak debitur (muqtaridh, yang diberi pinjaman) boleh memanfaatkannya semaunya;
(2) pihak kreditur (muqridh, yang memberi pinjaman) boleh meminta kepada debitur (muqtaridh) untuk membayar pinjaman pada waktu kapan pun setelah adanya qabdh (penyerahan) harta pada debitur, baik ditetapkan waktu tertentu ataukah tidak,
(3) debitur (muqtaridh) hendaklah mengembalikan pinjaman dengan yang semisal;
(4) jika pihak kreditur (muqridh) tidak mensyaratkan tambahan dalam pinjaman, maka seperti itu boleh;
(5) jika pihak kreditur (muqridh) mensyaratkan adanya tambahan dalam pengembalian pinjaman atau mensyaratkan dikembalikan dengan lebih bagus, akad tersebut tidaklah sah karena setiap pinjaman yang ada manfaat di dalamnya termasuk riba. Utang piutang sejatinya termasuk membantu dan menolong, bukan mencari untung (Az-Zuhaili, 2015, pp. 3/169-174).
Tabel 1 : Dompet digital dari berbagai tinjauan
Tinjauan | Qardh | Wadiah | Ijarah Madfuah Muqaddaman | Sharf |
Hakikat dana yang disetor dan saldo | Utang di mana perusahaan dompet digital wajib mengembalikan dana yang disetorkan apa pun keadaannya | Dana titipan di mana perusahaan dompet digital wajib mengembalikan dana ketika diminta kecuali dalam kejadian yang menyebabkan kerugian yang bukan merupakan kesalahan perusahaan dompet digital | Nilai jasa untuk mengganti jasa perusahaan dompet digital atau yang terafiliasi dengan wajib menghadirkan jasa yang dijanjikan ketika diminta | Instrumen pembayaran elektronik di mana perusahaan dompet digital menukarkan dana yang disetor dengan saldo digital yang diterbitkan perusahaan dompet digital dengan izin BI |
Yang bisa dilakukan oleh perusahaan dompet digital terhadap dana penyetor | Boleh digunakan untuk hal apa pun | Tidak boleh digunakan, hanya boleh disimpan | Boleh digunakan untuk hal apa pun | Saldo elektronik tidak boleh digunakan |
Risiko saldo hilang | Ditanggung oleh perusahaan dompet digital apa pun keadaannya | Ditanggung oleh pengguna kecuali jika perusahaan dompet digital melakukan kesengajaan atau kelalaian | Tanggung jawab perusahaan dompet digital atau yang terafiliasi | Saldo elektronik ditanggung oleh pengguna kecuali jika terjadi kesengajaan atau kelalaian dari perusahaan dompet digital |
Izin usaha perusahaan | Lembaga keuangan yang memiliki izin menghimpun dana dari masyarakat | Lembaga keuangan | Perusahaan jasa | Penerbit uang elektronik |
Tujuan top up saldo | Menyimpan dana | Menyimpan dana | Mendapatkan jasa | Membantu proses pembayaran |
Comments
Post a Comment